Jumat, 02 Mei 2014

Museum Mpu Purwa



Sabtu, 26 April 2014
                Berbekal info dari blog, saya dan seorang teman menelusuri jalan Sukarno-Hatta mencari lokasi museum Mpu Purwa. Agak memalukan sebenarnya – untuk mengakui bahwa kami tak mengetahui di mana persisnya lokasi museum – mengingat jalan Sukarno-Hatta sebenarnya amat dekat dengan kampus kami, yaitu Universitas Brawijaya (UB). Tak kami sangka, ternyata info dari blog tersebut amat menyesatkan. Blog tersebut menyatakan – dengan menyertakan peta – bahwa museum terletak di seberang rumah sakit Permata Bunda (PB). Kami menyadari hal ini setelah jauh berjalan menyusuri jalan yang dimaksud dan ternyata tak nampak tanda-tanda museum sama sekali. Parahnya, kami baru ingat ada seorang teman yang bertempat tinggal di jalan Sukarno-Hatta yang mungkin bisa membantu kami. Dan setelah mendapat informasi yang lebih akurat, olala... jalan masuk yang benar ternyata sudah jauh kami lampaui dan sama sekali tidak dekat dengan PB.. Kami pun berbalik arah.
                Lokasi yang benar adalah jika kita berjalan lurus dari arah UB, maka jalan masuk ke museum berada di sebelah kiri dengan gerbang yang mengandung tulisan SMPN 18. Yup, benar sekali. Jalan masuk museum sama dengan jalan masuk ke SMP tersebut. Museum terletak tepat di belakang rumah sakit UB yang masih dalam proses pembangunan.
                Setelah sampai di museum, kami baru tahu bahwa waktu berkunjung ke museum adalah hari Senin sampai Jumat, pukul 08.00 – 15.00 WIB. Berhubung kami berkunjung di hari Sabtu, maka museum sedang tutup. Beruntung, penjaga museum yang bertempat tinggal satu kompleks dengan museum berbaik hati mau membukakan pintu.

                Halaman museum membentang luas dan hijau, indah serta tertata rapi. Beberapa pohon maja juga nampak tumbuh lebat di sana. Memasuki halaman, akan terlihat patung Budha yang amat besar dan diapit oleh dua singa. 

Museum ini diresmikan oleh Wali Kota Malang Peni Suparto pada tahun 2004 sebagai tempat penyimpanan benda-benda bersejarah. Nama Mpu Purwa sendiri diambil dari pendeta Hindu Jawa yang juga ayah dari Ken Dedes, seorang wanita yang kelak menurunkan raja-raja besar di jaman Singasari dan Majapahit. Dengan demikian, tak heran bila ketika memasuki bangunan utama museum, kita akan disambut oleh replika arca Ken Dedes atau Pradnaparamitha. 

Museum ini tidak terlalu luas, tapi koleksi yang ada di dalamnya bernilai sejarah sangat tinggi. Koleksi tersebut sebagian besar merupakan arca dewa pada kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia yang berhasil dikumpulkan dari berbagai wilayah di Kota Malang dan sekitarnya. Ada pula prasasti-prasasti yang berhuruf Pallawa dan beberapa asesoris candi serta beberapa benda yang berasal dari masa kerajaan Hindu-Buddha. 
Arca-arca ditata amat rapi dengan keterangan lengkap yang dapat menambah banyak informasi bagi kita. Sayangnya, banyak arca yang sudah tidak lagi utuh. Dinding dihiasi dengan beberapa foto bangunan di Kota Malang yang dianggap memiliki nilai sejarah. Dari keterangan yang kami dapat di sana, dapat kami ketahui bahwa beberapa bangunan di Kota Malang, seperti Masji Agung Jami’, Gereja Alun-alun dan Gereja Kayutangan ternyata sudah berusia ratusan tahun. Sayangnya, tidak ditunjukkan foto asli dari jaman dulu, sehingga pengunjung tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan bangunan-bangunan tersebut pada masa lampau.
Salah satu hal yang kami anggap menarik adalah banyaknya arca Ganesya yang berada di museum ini. Mulai dari yang berukuran kecil hingga yang berukuran besar. Uniknya adalah, bagian yang hilang dari arca tersebut sebagian besar adalah bagian belalai. Hal ini mengusik pikiran kami, adakah azimat khusus yang mengirinya, sehingga banyak orang yang memburunya?


Di salah satu bagian dinding terdapat naskah Sumpah Palapa yang diucapkan Patih Gajah Mada yang berisi tekad untuk menyatukan nusantara. Selain itu, ada juga keterangan yang menjelaskan perkembangan abjad dari huruf Pallawa yang banyak berkembang sehingga menghasilkan abjad huruf Jawa yang kita kenal dengan hanacaraka hingga abjad Bali.
Dari museum ini, kami banyak belajar, terutama tentang sejarah bangsa Indonesia di jaman kerajaan Hindu-Buddha.  Bangsa Indonesia adalah bangsa yang tinggi budaya dan religiusitasnya, sehingga mampu menghasilkan benda-benda yang tinggi nilai seni sekaligus nilai keagamaannya. Jadi, benar-benar tak ada salahnya menjadikan museum ini sebagai destinasi wisata edukasi, apalagi tidak ada tarif masuk yang dibebankan alias gratis, jadi dijamin tidak akan menguras kantong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar